Posts tagged ‘jera’

7 April 2012

Collective Intelligence: Beyond Teamwork (Tamat)

by: Jemy V. Confido

Teamwork memang dibutuhkan. Tapi teamwork saja tidak cukup. Dalam banyak situasi, termasuk kejadian yang kita alami sehari-hari, kita tidak sempat membentuk sebuah tim. Namun demikian, tetap kita dituntut untuk menjadi cerdas secara kolektif. Bayangkan bila Anda mengalami atau menyaksikan situasi-situasi seperti di bawah ini. Bagaimana perasaan Anda dan tindakan apa yang akan Anda lakukan?
• Orang-orang yang hendak menggunakan lift berdesak-desakan untuk masuk ke lift sementara orang-orang yang di dalam lift tidak bisa keluar karena terhalang oleh orang-orang yang akan masuk tersebut (anehnya, orang-orang yang tadi berada di dalam lift tersebut akan juga melakukan hal yang sama pada saat mereka akan masuk ke dalam lift).
• Mobil besar yang dengan tenangnya melaju dengan lambat di antara dua lajur sementara kendaraan-kendaraan dibelakangnya bersusah payah menyalip kendaraan tersebut karena menghambat dua lajur sekaligus (selanjutnya pengemudi kendaraan besar tersebut akan marah-marah karena merasa diperlakukan dengan tidak sopan).
• Rapat dimulai jam 9.00 pagi tetapi belum ada satu pun yang datang meskipun sudah jam 9.30 (sehingga akhirnya rapat tersebut hanya menentukan kapan rapat berikutnya akan dilakukan).
• Sepeda motor yang meluncur cepat di sebelah kiri jalan lalu tiba-tiba memotong dan berbelok ke kanan di perempatan (entah berapa yang tertabrak tapi hanya sedikit yang kapok rupanya).
• Suporter sebuah kesebelasan yang melakukan keributan sebelum, saat dan setelah pertandingan (kejadian ini pasti mendapat sangsi dari Komisi Disiplin namun sepertinya tidak banyak yang jera).
• Kendaraan umum yang berhenti tiba-tiba karena menaikkan atau menurunkan penumpang di tempat yang tidak semestinya (kejadian ini biasanya segera diikuti dengan bunyi klakson yang riuh rendah).
• Penumpang pesawat yang asyik berkomunikasi dengan handphone pada saat hendak take off (Uups, jangan-jangan termasuk Anda yang sedang membaca tulisan saya ini).
• Sayangnya, kita masih bisa menambah daftar ini sampai sedemikian panjangnya.
Mungkin kita merasa geli, jengkel atau marah dengan ulah orang-orang di sekitar kita atau bahkan ulah kita sendiri yang mencerminkan bahwa kita belum memiliki kecerdasan kolektif yang memadai. Tentu saja kita akan mencapai keadaan yang lebih baik seandainya kejadian-kejadian seperti di atas tidak lagi menghantui keseharian kita. Bukankah kita mendambakan bahwa suatu saat kota-kota di negeri ini memiliki ketertiban, keindahan, kenyamanan dan keamanan seperti Singapura misalnya? Untuk alasan itulah, mungkin sebaiknya kita tidak perlu berpuas diri setelah Malaysia meminta maaf atas perlakuan aparatnya yang kelewat batas terhadap warga kita. Yang lebih penting adalah bagaimana menyalip kinerja mereka sehingga suatu saat mereka bisa angkat topi dan mau belajar dari keberhasilan kita seperti jaman dulu itu lho. Negara tetangga kita yang satu ini memang acap kali menjengkelkan kita dengan ulahnya yang seolah meremehkan kita. Tapi jauh lebih menjengkelkan lagi karena setiap kali mereka berulah, tidak banyak yang bisa kita lakukan selain melakukan protes dan menuntut permohonan maaf. Lambat laun, seperti kata para ahli pemasaran, kata maaf tersebut menjadi komoditas dan tidak lagi memberikan makna yang menggetarkan hati.

Sementara itu, kita tetap tidak juga belajar dan menjadi lebih cerdas secara kolektif. Kesemrawutan, ketidakpedulian, kecemasan, ketamakan, dan keangkuhan terus berlangsung dan mengakibatkan ketertinggalan kita dari negara tetangga tersebut tetap terjadi dan bahkan semakin jauh. Semoga kita bisa segera menyadarinya dan menjadi bangsa yang lebih cerdas secara kolektif!

(Tamat)

source: Lionmag edisi Oktober 2007

pb: mattula_ada@live.com